INHIL --Kuoasnusantara --27 Oktober 2025.
Fakta menggemparkan kembali mencuat dari dua proyek infrastruktur beranggaran jumbo di Provinsi Riau. Dua proyek berbeda nilai besar — Rp22,4 miliar dan Rp28,5 miliar — kini sama-sama diselimuti tanda tanya besar.
Satu, jembatan di Jalan Keritang–Parit Mutiara dengan nilai Rp22 miliar yang tampak retak dan ambles.
Satunya lagi, rekonstruksi jalan Selensen–Kota Baru–Bagan Jaya (DBH Sawit 2025) senilai Rp28,5 miliar, yang kini diterpa dugaan penggunaan besi berukuran tidak sesuai dan tanah timbun ilegal (galian C tanpa izin).Tim gabungan investigasi menemukan indikasi kuat gagal struktur dan penyimpangan teknis pada dua paket kegiatan yang digarap oleh PT Nagamas Mitra dengan total nilai mencapai lebih dari Rp50 miliar.
JEMBATAN MUTIARA: RETAK DAN AMBLES, NILAI RP22 MILIAR
Pantauan tim media di lapangan memperlihatkan kondisi jembatan yang baru rampung tahun 2023 itu kini retak parah di bagian pangkal kiri dan kanan, permukaan aspal bergelombang, serta tanah dasar tampak turun.
Proyek yang seharusnya menjadi urat nadi transportasi masyarakat justru berubah menjadi ancaman keselamatan publik.
Pemilik dan penanggung jawab kontraktor PT Nagamas Mitra, Sutopo, akhirnya buka suara. Dalam konfirmasinya kepada tim media pada 19 September 2025, saat dijumpai di Jalan Tuanku Tambusai, Nangka, ia mengakui adanya keretakan tersebut.
> “Iya, memang ada beberapa keretakan soal ambles sedikit di pangkal. Kami masih menunggu pihak PU sebagai pendamping. PU Provinsi akan turun minggu depan,”
ujar Sutopo di depan kantornya, sembari menyebut perbaikan akan dilakukan usai pendampingan dinas teknis.
Namun hingga 27 Oktober 2025, pendampingan dari Dinas PUPR Provinsi Riau belum juga dilakukan.
Dalam konfirmasi lanjutan via WhatsApp, Sutopo menegaskan:
> “Belum ada pendampingan, Bu. Tapi keretakan itu sudah kami tutup. Itu dari kami yang nempel.”
Hasil pantauan tim media justru menunjukkan, penutupan hanya dilakukan dengan tempelan semen kasar di permukaan retak, tanpa perbaikan struktural, tanpa rekayasa ulang fondasi, tanpa uji beban ulang (load test).
Standar teknis kegagalan bangunan jelas diabaikan.
Kerusakan pada jembatan senilai Rp22 miliar itu menegaskan lemahnya pengawasan, dan membuka dugaan adanya cacat desain atau pengerjaan asal jadi pada proyek TA 2023 tersebut.
PROYEK RP28,5 MILIAR: BESI DIDUGA TAK SESUAI, TANAH GALIAN TANPA IZIN
Sementara itu, proyek lain dengan nilai lebih fantastis, Rp28.521.212.400, masih dalam proses pengerjaan di ruas Selensen–Kota Baru–Bagan Jaya (DBH Sawit 2025).
Proyek ini mencakup rekonstruksi jalan dan perbaikan jembatan kecil, dengan PT Nagamas Mitra sebagai pelaksana dan Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau sebagai penanggung jawab.
Dalam pantauan tim investigasi di lapangan, muncul dugaan kuat bahwa besi yang digunakan tidak sesuai ukuran teknis, dan tanah timbunan yang digunakan diduga berasal dari galian ilegal di sekitar proyek.
> “Itu tanah sini juga, bang. Banyak yang ngambil dari seputaran lokasi. Bukan dari luar,”
ujar salah seorang pekerja proyek yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Sementara, salah satu pelaku usaha tambang galian C di sekitar lokasi menguatkan dugaan itu:
> “Sebagian tanah proyek memang dari galian sini, Bang. Setahu saya, itu belum punya izin resmi,”
ungkapnya.
Padahal, dalam pernyataannya sebelumnya, Sutopo mengklaim semua material berasal dari sumber resmi.
> “Nggak ada yang nggak berizin. Semua berizin. Tanah kami ambil dari Jambi, dari pemegang izin resmi Suban,” katanya.
Fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
Informasi dari masyarakat serta pelaku usaha tambang menunjukkan penggunaan material lokal tanpa izin resmi (galian C ilegal).
Jika benar, hal ini melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dapat dijerat pidana.
KONSULTAN: “DESAIN SALAH DARI AWAL, MAU DIBENAHI PUN SIA-SIA”
Dalam rekaman eksklusif tim media bersama konsultan pengawas PT Tri Karsa, terungkap pengakuan mengejutkan:
> “Kalau dilihat dari strukturnya, memang kompleks, Pak. Kalau sudah nggak sesuai dari awal, pasti fatal. Mau diperbaiki pun nggak bisa diperbaiki lagi.”
Konsultan menegaskan bahwa proyek jalan dan jembatan ini sebenarnya bukan sekadar pemeliharaan, melainkan rekonstruksi total, karena desain lama tidak cocok dengan kondisi tanah gambut.
> “Awalnya memang ada desain, tapi kalau diterapkan di lokasi ini, jelas nggak cocok. Makanya dibongkar habis,” katanya tegas.
Pernyataan tersebut memperkuat dugaan bahwa sejak awal, ada kesalahan perencanaan atau pelaksanaan teknis yang berpotensi menyebabkan kegagalan struktur di kemudian hari.
Tak hanya soal struktur, warga sekitar lokasi proyek juga mengeluhkan debu tebal akibat aktivitas alat berat dan truk pengangkut material yang tidak pernah dilakukan penyiraman jalan.
> “Debunya luar biasa, bang. Anak-anak sekolah pun batuk-batuk. Nggak ada penyiraman sama sekali,”
keluh seorang warga setempat.
Keluhan ini memperkuat indikasi bahwa kontraktor mengabaikan kewajiban K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan perlindungan lingkungan hidup, sebagaimana diatur dalam dokumen kontrak pemerintah.
Uraian	Proyek Jembatan Parit Mutiara (2023)	Proyek Jalan Selensen–Kota Baru–Bagan Jaya (DBH Sawit 2025)
Nilai Kontrak	Rp22.400.000.000	Rp28.521.212.400
Pelaksana	PT Nagamas Mitra	PT Nagamas Mitra
Tahun Anggaran	2023	2025
Dinas Penanggung Jawab	PUPRPKPP Provinsi Riau	PUPRPKPP Provinsi Riau
Jenis Pekerjaan	Pembangunan Jembatan	Rekonstruksi Jalan & Jembatan
Temuan Lapangan	Retak & ambles di pangkal, perbaikan tempelan semen kasar	Dugaan besi tidak sesuai & tanah timbun galian ilegal.
Mengacu pada Pasal 63 UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, penyedia jasa wajib memperbaiki kegagalan bangunan hingga 10 tahun setelah serah terima pekerjaan.
Bila terbukti ada kelalaian, penyimpangan kualitas, atau manipulasi material, maka dapat dijerat Pasal 2 dan 3 jo. 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, karena merugikan keuangan negara.
Dua proyek besar, dua cerita gagal.
Satu jembatan retak di Parit Mutiara, satu jalan rawan di Selensen.
Dua-duanya dibangun dengan uang rakyat, dikerjakan satu nama perusahaan yang sama — PT Nagamas Mitra — dan dinaungi oleh dinas yang sama: PUPRPKPP Provinsi Riau.
Kini, sorotan publik mengarah tajam kepada PT Nagamas Mitra, PPTK Rini, dan Kabid Bina Marga Zulfahmi — tiga nama yang disebut berada di lingkar proyek dengan total nilai lebih dari Rp200 miliar.
> “Jembatan miliaran retak, debu proyek mencekik warga, dan kantor kontraktor tanpa plang resmi — publik wajar curiga, karena uang rakyat bukan untuk dibangun asal jadi.”
Tim investigasi mendesak Kejaksaan Tinggi Riau segera melakukan audit fisik dan audit hukum menyeluruh, memeriksa kelayakan desain, dokumen kontrak, dan sumber material.
Sebab sebagaimana diungkap konsultan pengawas:
> “Kalau desain salah dari awal, gagal total di akhir.”
Dan kini, setiap kendaraan yang melintas di atas jembatan Parit Mutiara — sejatinya sedang menantang maut di atas uang rakyat.
> “Jembatan miliaran retak — rakyat tak butuh alasan, mereka butuh keadilan.”
(RED)***