"Isu SPBU Pangkalan Kerinci Sewa Preman untuk Keroyok Wartawan Terbantahkan: Salah Paham Berujung Damai, Wartawan Diingatkan Patuhi Kode Etika” - KUPAS NUSANTARA

Kamis, 28 Agustus 2025

"Isu SPBU Pangkalan Kerinci Sewa Preman untuk Keroyok Wartawan Terbantahkan: Salah Paham Berujung Damai, Wartawan Diingatkan Patuhi Kode Etika”




PEKANBARU – kupas Nusantara
Dugaan SPBU Pangkalan Kerinci menyewa preman untuk mengeroyok wartawan akhirnya terbantahkan. Fakta terbaru terkuak setelah kedua belah pihak duduk bersama dalam pertemuan resmi di Kota Pekanbaru, Kamis (28/08/2025). Hasilnya: tidak ada preman bayaran, tidak ada pengeroyokan. Yang terjadi hanyalah kesalahpahaman yang berujung ricuh.

Kejadian bermula pada Selasa malam, 19 Agustus 2025, di SPBU Nomor 14.284.633 Kota Pangkalan Kerinci. Tiga orang yang mengaku wartawan dari Pekanbaru mendatangi SPBU untuk menanyakan dugaan penyalahgunaan barcode MyPertamina. Namun, alih-alih konfirmasi, aksi mereka justru menimbulkan ketegangan. Mereka diduga menekan operator SPBU, bahkan sempat merebut barcode milik sopir bus karyawan yang sedang mengantri.

Sikap arogan ini memicu reaksi keras dari sopir bus lain yang merasa dituding melakukan praktik ilegal. Kerumunan pun terjadi. Suasana memanas, pertikaian verbal meledak. Tuduhan pun digiring ke publik melalui sejumlah media: SPBU Kerinci kota disebut menyewa preman untuk keroyok wartawan.

Namun fakta di lapangan berbicara lain. Rekaman CCTV membuktikan tidak ada pengeroyokan. Tidak ada preman bayaran. Yang terjadi hanyalah cekcok akibat salah paham, dipicu tindakan oknum yang mengaku wartawan.

Manajemen SPBU Kerinci kota bersama perwakilan wartawan akhirnya bertemu untuk meluruskan peristiwa. Dalam pertemuan di Pekanbaru, Kamis malam, kedua belah pihak menegaskan bahwa insiden itu murni kesalahpahaman yang dibesar-besarkan. Mereka sepakat berdamai.

Namun, drama pemberitaan sudah telanjur meledak di ruang publik. Narasi liar yang digoreng oleh oknum tertentu seolah-olah benar adanya pengeroyokan, membuat kegaduhan dan mencederai marwah profesi pers. Inilah bentuk nyata penyebaran informasi yang bias, yang mengoyak kepercayaan publik terhadap media.

Kesepakatan damai memang menutup babak ricuh malam itu, tetapi kasus ini sekaligus menjadi pelajaran penting:

Wartawan wajib tunduk pada kode etik jurnalistik, tidak boleh memprovokasi ataupun memaksa pihak lain.

SPBU sebagai objek vital harus tetap dalam pengawasan ketat Pertamina dan BPH Migas agar terhindar dari praktik ilegal distribusi BBM.

Aparat penegak hukum harus hadir tegas agar tidak ada ruang bagi fitnah dan provokasi di lapangan.


Pesannya jelas: profesi wartawan bukan tameng untuk menekan, memeras, atau menggiring opini sesat. Dan pihak SPBU pun tidak boleh abai menjaga ketertiban serta transparansi operasionalnya.

Akhirnya, kedua belah pihak berjabat tangan, menutup perseteruan yang sempat membakar suasana Kerinci Kota. Namun publik tetap bertanya-tanya: mengapa berita bohong begitu cepat menyebar, sementara kebenaran selalu datang terlambat?
Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done